Selasa, 06 September 2016


Saya seorang istri dan ibu, suami saya baik dan sangat pengertian, anak (umur 8) sehat dan pintar. Secara ekonomi, kami berkecukupan tanpa berlebihan, suami dan saya bekerja, saya bekerja part-time sesuai hobby sehingga cukup banyak waktu luang. Sementara kami bekerja, perawatan anak dibantu oleh kedua mertua, dimana kami masih serumah. Dalam pergaulan saya merasa senang punya teman cukup banyak dengan latar belakang berbeda2, menikmati waktu berinteraksi dengan mereka. Semua di kehidupan saya baik-baik saja menurut semua orang, bahkan tidak sedikit teman yg mengaku iri melihat kehidupan saya yg sangat ideal.
Ideal kecuali untuk saya. Ternyata saya ada masalah dengan sifat introvert, dimana saya lebih nyaman sendirian daripada bersama orang lain. Seringkali saya merasa sesak berada bersama keluarga, bahkan saat bersama anak dan suami sekalipun. Saya merasa terlalu 'diganduli' keluarga, terlalu ribut di rumah, kurang punya waktu untuk diri sendiri, dan jenuh harus selalu memberi perhatian kepada keluarga. Saya merasa semua anggota keluarga saya kurang mandiri, selalu harus dilayani hal2 kecil dan mertua juga selalu ribut menyuruh saya melayani suami. Mertua seringkali tidak konsisten, hal2 yg dikatakan seringkali tidak sejalan dengan yg dilakukan, sehingga sering saya
merasa 'eneg' dengan sikap munafik itu. Selain itu, di keluarga masih berlaku adat jawa, dimana yg muda harus selalu 'iya' dan sopan pada orangtua, sehingga saya sangat sungkan melakukan protes atas sikap mertua tersebut secara terang2an.
Saya selalu berusaha menyelesaikan tugas dan kewajiban saya tanpa mengeluh ataupun minta bantuan sebisanya, dan saya sebenarnya berharap anggota keluarga yg lain juga bisa berbuat demikian. Setidaknya anggota keluarga yg dewasa; anak saya ajari untuk mandiri, tapi sejauh ini belum cukup berhasil karena dia sering dilayani mertua saat saya bekerja sehingga kebiasaannya belum konsisten. Saya tidak keberatan membantu dan melayani, tapi saya amat sangat tidak suka bila harus selalu melayani. Keluhan dan protes kemungkinan besar ditanggapi dengan negatif dan malah berbuntut panjang, sehingga seringkali saya lebih baik diam selama masih bisa diatasi sendiri.
Biasanya saya mampu cuek, menjalani apa adanya, tapi ada saat2 dimana saya 'break down' karena hal ini. Saya tidak bisa curhat ke siapapun, termasuk suami, karena saya tidak yakin hal aneh ini bisa dimengerti. Standar umum : keluarga, anak dan suami adalah segalanya, adalah nomor satu; sementara saya diam2 punya standar lain yg lebih
egois : kebebasan saya adalah segalanya buat saya. Saya sungguh bersyukur dianugerahi segalanya yg amat baik, tapi entah kenapa saya merasa hidup seperti ini bukan buat saya. Hingga saat ini saya cuma menghibur diri dengan rencana bertahan sekitar 12 tahun lagi, saat anak sudah cukup dewasa, saya ingin pergi jauh2 sendirian dan jarang pulang. Entah bisa entah tidak. Mudah2an bisa bertahan waras sampai saat itu tiba, karena waktu2 'break down' sepertinya makin sering sehingga membuat lelah
sendiri sampai sakit kepala berhari2.
Adakah saran apa yg bisa saya lakukan agar bisa berdamai dengan diri sendiri? Atau memang harus sabar menunggu 12 tahun lagi ya? :)
-T, 36 tahun-

========================================================================================
Dear Mbak T,
Situasi yang Mbak hadapi umum dialami oleh pasangan-pasangan lain yang masih tinggal dengan orang tua, dimana kita dituntut untuk beradaptasi tidak hanya dengan keluarga inti kita sendiri, namun juga dengan keluarga besar.
Sebenarnya wajar bila Mbak merasa tidak mempunyai 'me-time',karena tuntutan peran sebagai istri, ibu sekaligus menantu. Mbak sebenarnya berhak atas hal ini, hanya saja Mbak perlu mengkomunikasikannya.
Untuk jangka panjang sebenarnya ada baiknya Mbak bisa menyuarakan pendapat secara asertif, memperjuangkan hak pribadi tanpa menyakiti orang lain. Terlalu memikirkan apa pendapat orang juga bisa tidak sehat untuk Mbak sendiri. Jadi ada saatnya kita boleh 'egois' dengan cara yang dapat diterima, tentunya. Misalnya izin ke suami untuk pergi sendirian, sekedar ke salon atau berbelanja untuk refreshing agar Mbak punya tenaga lagi keesokan harinya. Berdiskusi dan terbuka mengenai hal ini sebenarnya juga perlu dilakukan. Bila mbak bisa menyampaikannya secara terus terang namun tetap sopan dan menghargai suami dan mertua, saya rasa suami dapat membantu mbak agar tetap dapat bertahan ataupun memberi solusi yang baik.
Selain itu apakah mbak dan suami memang berencana untuk tinggal selamanya dengan mertua? Karena memang akan lebih sulit membangun rumah tangga mandiri yang sesuai dengan standard pribadi bila masih tinggal dengan orang tua. Bila memang belum berencana keluar dr rumah orang tua, maka memang Mbak yang perlu banyak beradaptasi karena kita sulit mengharapkan perubahan dari diri orang lain.
Semoga membantu.
Salam,

0 komentar:

Posting Komentar

Leni Boutique

Leni Boutique
Online Shop

LAZADA

Popular Posts

Traffic Live

Counter

Free counters!