
Organisasi Buruh Internasional ILO memaparkan diskriminasi terhadap pekerja perempuan masih terjadi dalam 20 tahun terakhir.
Penelitian juga mengungkapkan bahwa satu dari tiga wanita yang bekerja di Inggris masih merasa "dianaktirikan" di tempat bekerja.
Melansir Telegraph, dari 1.500 pekerja kantor di Inggris, 26 persen wanita merasa bahwa memiliki anak menahan mereka kembali berkarier.
Dari survei itu juga mengungkapkan 19 persen wanita yang promosinya terhambat akibat cuti hamil, dan 27 persen perempuan perempuan bekerja mengaku mengalami diskriminasi gender.
Ironisnya, survei ini juga menemukan bahwa 27 persen wanita mengaku mereka akan enggan untuk mempekerjakan seorang wanita usia subur.
Lebih lanjut koran The Guardian menyebutkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan bentuknya beragam. Mulai dari peluang promosi yang dibatasi, gaji yang masih berdasarkan gender, keterbatasan untuk mendapat kesempatan pelatihan.
Berdasarkan sejumlah penelitian, para pria memiliki akses lebih besar untuk bekerja karena banyak pendapat menyebutkan, pekerjaan perempuan termasuk sektor sekunder bagi mereka, dibandingkan peran utamanya secara domestik alias di dalam rumah tangga.
Hasil penelitian pun diakui oleh, Scottish Clark yang mengungkapkan bahwa 31 persen dari responden percaya bahwa laki-laki mendapatkan kesempatan yang lebih besar mendapatkan promosi di tempat kerja.
Everydaylife, menuliskan kehamilan, status sosial, penampilan secara fisik dan negosiasi gaji, menjadi hal yang kerap dirasakan sebagai bentuk diskriminasi pada perempuan di dunia kerja.
Kondisi perempuan bekerja di Indonesia
Dikutip dari Nova, perempuan Indonesia pun mengalami ketidaksetaraan di bidang ketenagakerjaan.
Data nasional menunjukkan diskriminasi perempuan di dunia kerja masih banyak terasa sehingga memicu ketidaksetaraan.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) dan hasil survei yang dilakukan Depnaker berupada Sakernas (Satuan Kerja Nasional) pada Agustus 2013 silam menyatakan ada sekitar 57 persen perempuan yang diperkerjakan di sektor informal.
Berdasarkan data yang sama dari BPS dan Sakernas, penghasilan rata-rata perempuan bekerja di sektor di luar agrikultur, hanya sekitar 80 persen dari penghasilan pria.
Sedangkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas) 2013 menyebutkan hanya 209.512 perempuan yang memegang posisi tinggi di berbagai sektor pekerjaan. Artinya hanya 18 persen dari 1,1 juta total perempuan pekerja yang bekerja di level manajerial.
Diakui oleh Lilis Halim, konsultan dari Wilis Towers Watson, bahwa diskriminasi yang dirasakan perempuan Indonesia di dunia kerja memang ada.
Dari pengalaman Lilis, ketika perempuan melamar pekerjaan biasanya status menjadi dasar pertimbangan diterima atau ditolaknya dia untuk bekerja di perusahaan itu. Tak jarang pula, penampilan fisik memengaruhi keputusan untuk menerima perempuan di posisi tertentu di kantor.
"Diskriminasi perempuan bekerja memang masih ada. Dan untuk mengatasi hal ini membutuhkan dukungan dari perusahaan," katanya.
Dukungan dari perusahaan yang dimaksud Lilis adalah kebijakan atau peraturan yang tak melihat gender. Misalnya cuti hamil jangan dikurangi haknya karena alasan tertentu. Selain itu, pembatasan promosi karena melihat status si perempuan dan fisiknya juga harus segera mungkin diakhiri.
0 komentar:
Posting Komentar